Saturday 7 March 2015

Fiksasi nitrogen oleh Rhizobium


Fiksasi Nitrogen oleh Rhizobium



Nitrogen adalah konstituen penting dalam banyak senyawa dalam sel hidup. Hal ini ditemukan di amino asam yang membentuk protein dan dalam nukleosida fosfat yang terdapat dalam asam nukleat. Nitrogen dapat ditemukan dalam berbagai bentuk dalam biosfer Namun, cadangan ini nitrogen tidak secara langsung tersedia bagi tanaman. N2 memiliki yang  ikatan kovalen rangkap tiga yang kuat, dan tumbuhan tingkat tinggi tidak memiliki kemampuan untuk memutuskan ikatan ini secara langsung

Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia, terutama bidang pertanian, di tanah terdapat mikroorganisme yang bermanfaat yaitu sejumlah jamur dan bakteri yang karena kemapuannya melaksanakan fungsi metabolisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan  tanaman. Mikroorganisme yang menguntungkan tersebut dikategorikan sebagai biofertilizer ( pupuk hayati) yang berfungsi penyedia hara, peningkat ketersediaan hara, pengontrol organisme pengganggu tanaman, pengurai bahan organic dan pembentuk humus.

II. BAKTERI BINTIL AKAR (RHIZOBIUM)

Rhizobia adalah kelompok mikroba yang mampu menambat N2 dari udara dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman ketika bersimbiosis dengan tanaman legum Rhizobium berasal dari dua kata yaitu Rhizo yang artinya akar dan bios yang berarti hidup. Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat menfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya.
Peranan rhizobium terhadap pertumbuhan tanaman khusunya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen tanaman inangnya.
Bakteri Rhizobuim merupakan bakteri gram negative yang tidak memiliki spora. Bakteri ini  berbentuk bacill atau seperti batang yang mempunyai lebar 0,5 µm dan panjang 1.2 – 3.0 µm. Proses respirasinya tidak melibatkan oksigen (anaerob) dalam mendapatkan energi dan membutuhkan bahan makan berupa bahan organic (heterotrof) untuk perkembangannya. Bakteri ini dapat menfiksasi N di udara jika sudah berubah menjadi bakterioid.
Rhizobium adalah spesies yang paling terkenal dari kelompok bakteri yang bertindak sebagai pemecah masalah simbiosis utama nitrogen. Bakteri ini dapat menginfeksi akar tanaman polongan, mengarah pada pembentukan benjolan atau nodul di mana fiksasi nitrogen terjadi.
Ada 2 jenis bakteri rhizobium yaitu bakteri rhizobium yang menghasilkan senyawa asam dan ada juga bakteri rhizobium yang menghasilkan senyawa basa. Jenis ini dapat dibedakan dengan melakukan isolasi bakteri rhizobium pada media YMA + BB. Bakteri yang menghasilkan senya asam, warnanya akan berubah menjadi kuning sedangkan bakteri yang menghasilkan senyawa basa, warnanya akan semakin biru.

        Rhizobium merupakan bakteri aerobik yang dapat bertahan sampai tiba saatnya menginfeksi bulu akar tumbuhan inang. Gen rhizobium mengendalikan produksi molekul yang akan dilepaskan ke sekitar bulu akar, sehingga menyebabkan pengeritingan pada akar

III. MEKANISME FIKSASI NITROGEN
Pengurangan gas nitrogen untuk amonia merupakan sebuah energi yang intensif. Hal ini membutuhkan 16 molekul ATP dan kompleks set enzim untuk memecah ikatan nitrogen sehingga dapat menggabungkan dengan hydrogen untuk membentuk amonia.
Mekanisme reaksi dari pengurangna nitrogen tersebut seperti di bawah:

N2 + 3H2         energi              2NH3


Atau secara kompleksnya :

N2 + 8 elektron + 16 Mg ATP + 16 H2O     menjadi           2NH3 + H2 + 16MgATP + 16 Pi +8H+

Friday 6 March 2015

Proses Fermentasi dalam Kehidupan Tumbuhan

Proses kimia fotosintesis
Fotosintesis berasal dari kata foton yang artinya cahaya dan sintesis yang artinya penyusunan. Jadi, fotosintesis adalah proses penyusunan bahan organik (karbohidrat ) dari H2O dan CO2 dengan bantuan energi cahaya. Proses ini hanya terjadi pada tumbuhan yang mempunyai klorofil, yaitu pigmen yang berfungsi sebagai penangkap energi cahaya matahari. Jadi, fotosintesis merupakan transformasi energi dan energi cahaya matahari ditangkap dan diubah menjadi energi kimia yang terikat dalam molekul karbohidrat.
            Energi matahari yang ditangkap oleh proses fotosintesis lebih dari 90% merupakan sumber energi yang dipakai oleh manusia untuk pemanasan, cahaya, dan tenaga. Batubara, gas bumi, dan minyak bumi adalah sumber energi yang berasal dari hasil perombakan bahan alami hayati oleh adanya jasad berfotosintesis dalam waktu  jutaan tahun yang silam.


Tempat Berlangsungnya Fotosintesis
        Pada tumbuhan proses fotosintesis pada umumnya berlangsung dalam organel khusus yang disebut plastid. Tumbuhan hijau termasuk jasad bersel satu seperti ganggang dan Euglena, mengandung senyawa klorofil didalam plastidnya. Organel ini disebut kloroplas. Jenis jasad yang berbeda mempunyai jumlah, bentuk, dan ukuran kloroplas yang berbeda pula.
Pigmen Fotosintesis
Pada umumnya sel fotosintesis mengandung satu atau lebih pigmen klorofil yang berwarna hijau. Berbagai sel fotosintesis lainnya seperti ganggang dan bakteri, berwarna coklat ,merah atau ungu. Hal itu disebabkan karena ada pigmen pelengkap seperti karotenoid dan fikobilin.
            Pada tumbuhan tingkat tinggi terdapat dua macam klorofil, yaitu klorofil-a yaitu suatu senyawa kompleks yang berwarna hijau, dan klorofil-b yang berwarna hijau tua. Sedangkan karotenoid adalah suatu molekul poliisoprenoid panjang yang mengandung ikatan rangkap, berwarna kuning sampai jingga. Fikobilin adalah pigmen pelengkap yang terdapat dalam ganggang merah dan ganggang biru, tapi tidak ada pada tumbuhan tingkat tinggi. Proses reaksi fotosintesis dalam tumbuhan tingkat tinggi dibagi dalam dua tahap, yaitu  reaksi gelap dan reaksi terang yang akan kita bahas berikutnya




Thursday 11 November 2010

Budu Ikan Fermentasi asal Sumatera Barat

Kuliner adalah sesuatu yang tidak bisa di pisahkan dari manusia. Cita rasa yang memanjakan lidah dan serta proses pengolahan yang memiliki teknik tertentu dan rahasia membuat suatu jenis kuliner menjadi suatu kekayaan kuliner tersendiri untuk suatu daerah. Ikan budu merupakan jenis ikan fermentasi yang masih terdengar asing bagikebanyakan orang indonesia tak terkecuali orang sumatera barat tersendri. Nahh untuk lebih jelasnya..lets ceck this one guys. Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya mengandung protein, mineral, vitamin, dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh kita yang telah rusak. Selain air, protein merupakan bagian utama dari susunan (komposisi) tubuh kita (Nontji, 1987).
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah membusuk. Hal ini dikarenakan daging ikan merupakan substrat yang ideal untuk kehidupan dan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk, terutama bakteri. Kandungan air yang terdapat di dalam daging ikan cukup tinggi sehingga sangat sesuai untuk pertumbuhan bakteri (Irawan, 1995). Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan. Pengolahan ikan ini dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimumkan manfaat hasil tangkapan maupun hasil budidaya. Pengolahan ikan meliputi cara memilih ikan segar, perlakuan pada ikan, dan cara menghambat kebusukan. Naiknya pendapatan masyarakat menuntut ikan yang lebih baik dan lebih segar. Hal ini akan mendorong perbaikan mutu ikan yang dihasilkan sejak ditangkap sampai ke tangan konsumen sehingga dibutuhkan waktu ketahanan ikan segar dalam waktu yang cukup lama. Pada umumnya pendinginan hanya dapat menghambat pembusukan dalam waktu yang lebih pendek bila dibandingkan dengan pengawetan.
Proses pembusukan pada ikan harus dihambat agar sebagian besar produk perikanan dapat dimanfaatkan secara maksimal, salah satunya dengan pengembangan beberapa cara pengawetan. Cara pengawetan produk perikanan antara lain dengan penyimpanan pada suhu rendah dan penambahan zat aditif sebagai bahan pengawet. Penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan di dalam bahan pangan. Hal ini selain dapat menurunkan aktivitas respirasi juga dapat menghambat perkembangbiakan bakteri pembusuk yang terdapat di permukaan daging. Cara pengawetan dengan suhu rendah dibedakan menjadi dua yaitu pembekuan dan pendinginan. Pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa tahun, sedangkan pendinginan dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan pangannya (Winarno, 1993). Suhu yang biasa digunakan untuk penyimpanan bahan pangan pada pendinginan adalah 5-10oC (Buckle et al., 1987)
Cara pengawetan dengan penggaraman yang diikuti dengan pengeringan adalah merupakan usaha yang paling mudah untuk menyelamatkan ikan hasil tangkapan nelayan. Penggunaan garam sebagai bahan pengawet terutama ditekankan pada kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat tidak menguntungkan pada ikan.
Salah satu produk fermentasi ikan yang ada di sumatera barat adalah ikan budu. Ikan budu berasal dari kabupaten padang pariaman khususnya didaerah sungai limau. Produk ikan budu ini telah menjadi kebanggan bagi masyarakat setempat karena ikan ini menjadi makanan eksotik karena ikan budu di khususkan bagi masyarakat perantauan dan masyarakat yang ekonominya dikalangan menengah keatas. Hal ini berkaitan juga dengan harga penjualan ikan budu tersebut yang melebihi dari ikan asin biasa bahkan melebihi harga daging segar.

Teknik pengawetan terhadap bahan pangan telah dilakukan di berbagai negara maju dengan berbagai cara. Kemajuan dalam teknik ini disebabkan oleh kemajuan dalam ilmu alam dan ilmu kimia yang merupakan dasar teknologi makanan (Poerwosoedarmo dan Sediaoetama, 1977). Salah satu cara pengawetan produk perikanan yang merupakan hasil dari kemajuan ilmu alam adalah pengawetan ikan secara biologis (mikrobiologis) dengan menambahkan kelompok bakteri asam laktat sebagai bahan pengawet (Suriawiria, 1983).
Ikan budu merupakan produk olahan ikan awetan yang difermentasi dimana proses pembuatannya mirip dengan ikan asin. Akan tetapi teknis dari fermentasi ikan budu berbeda dengan ikan asin. Teknis pembuatan ikan budu diperlukan penggantungan dari ikan setelah pengambilan langsung dari laut. Penggantungan dari ikan tersebut bertujuan agar darah dari ikan segar turun dan mengurangi berat cair dari ikan tersebut.
Nama “ikan budu” merupakan nama yang telah lama dikenal bagi masyarakat setempat dan didaerah lain. Produk olahan ikan budu telah ada di kabupaten pariaman selama kurang lebih 30 tahun. Pada awalnya produk ikan budu ini di masak oleh nenek moyang setempat memakai bumbu masak berupa jahe, bawang merah dan yang lainnya. Akan tetapi budaya ini menghilang karena pemakaian bumbu masak dianggap merusak cita rasa ikan budu apabila telah diolah menjadi kuliner.
Ikan budu merupakan produk pengawetan ikan dengan pemberian garam dan penjemuran. Ikan budu ini dapat tahan lama sampai bertahun-tahun. Hal ini disebabkan pemberian garam pada fermentasi ikan ini menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan bakteri pathogen. Dengan adanya produk olahan ikan budu dapat menambah kwalitas gizi dari ikan dimana senyawa yang ada pada ikan lebih sederhana karena telah melewati proses fermentasi.
Jenis ikan yang digunakan sebagai bahan dasar dari fermentasi ikan budu pada umumnya adalah ikan tenggiri. Ikan tenggiri mengandung gizi yang cukup tinggi. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dengan mengonsumsi ikan ini. Tenggiri merupakan jenis ikan yang mudah hidup dan mudah ditemui di perairan Indonesia. Selain ikan budu, ikan tenggiri juga diolah menjadi bentuk makanan lain. Cara pengolahan yang lainnya seperti memanggang (broiling), menggoreng (frying), membakar (baking), dan pengasapan merupakan metode umum yang digunakan untuk mengolah ikan tenggiri.
Ikan tenggiri yang digunakan sebagai produk awetan ikan budu memiliki beberapa persyaratan. Diantaranya, ikan tenggiri tidak bisa digunakan apabila telah tercampur dengan es. Apabila hal ini terus dilanjutkan, maka produk ikan yang dihasilkan akan menjadi keras dan tidak renyah. Selain dari itu ikan yang digunakan harus ikan yang tidak terhempas-hempas selama penangkapannya. Karena dengan hal tersebut dapat mengurangi nilai mutu dan organoleptik dari hasil prosuk ikan budu.
Proses pembuatan ikan budu adalah sebagai berikut:
1. Pembersihan I. Ikan tenggiri dibersihkan mulai dari bagian perutnya sampai dengan insangnya. Pembersihan bagian perut ikan bertujuan karena bakteri pembusuk yang ada pada ikan lebih banyak terdapat pada bagian pencernaan yaitu bagian perutnya dan juga insangnya.
2. Penggantungan. Proses penggantungan dilakukan selama maksimal 24 jam sampai terjadi penggembungan pada daging ikan. Tujuan dari penggantungan agar darah dari ikan tersebut turun dan sampai hilang. Apabila darah tersebut masih terdapat pada ikan, darah akan menyebabkan gatal-gatal bagi konsumen yang telah memakan ikan ketika telah menajadi produk kuliner. Waktu dalam penggantungan ikan ini harus diperhatikan karena ikan tidak boleh melewati penggembungan dan akhirnya dagingnya menjadi tidak menyatu atau pecah. Sebaliknya apabila ikan tersebut kurang dari penggembungan yang optimal, maka pada proses pembelahan daging ikan mendapatkan kesulitan. Produk yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan yang diharapkan karena nilai organokeptiknya tidak bagus.
3. Pembelahan daging ikan. Pembelahan daging ikan bertujuan untuk mengeluarkan semua tulang yang terdapat pada ikan. Dengan pembuangan semua jenis tulang yang terdapat pada ikan, menghasilkan ikan tanpa tulang dengan kata lain hanya daging ikan murni yang terdapat pada produk ikan budu.
4. Pemberian garam pada ikan yang telah dibelah secara merata. Ada beberapa teknik khusus yang ada pada pemberian garam pada garam. Pertama komposisi garam yang di berikan pada ikan. Pemberian garam ini biasanya akan menghasilkan produk optimal apabila para pembuat ikan budu telah terbiasa atau telah kompeten dalam penentuan kadar garam yang akan diberikan. Selain dari itu, ukuran ikan yang digunakan untuk produk olahan juga menentukan komposisi garam yang akan diberikan saat penggaraman. Kedua, jenis garam yang digunakan. Jenis garam yang digunakan adalah garam pasir. Garam pasir merupakam garam yang telah dihaluskan sedemikian rupa dan dikeringkan sehingga berbentuk garam halus seperti puffer.
5. Pemberian bumbu. Pemberian bumbu masak pada produk olahan ikan budu terhantung pada keahlian masyarakat setempat. Masing-masing masyarakat mempunyai rahasia tersendiri dalam pemberian bumbu pada ikan budu. Sebagian masyarakat memberikan bumbu penyedap seperti ajinomto untuk menambah cita rasanya. Setelah pemberian ajinomoto dipadu dengan penambahan sedikit gula agar rasa asin pada garam tidak terlalu meninjol pada produk ikan budu.
6. Pengeraman (peragian) . Pengeraman pada produk ikan memerlukan waktu yang tergantung pada ukuran ikan yang difermentasi. Pada umumnya apabila ukuran ikan yang digunakan besar dan tebal pengeraman dilakukan selama 3 jam, sebaliknya apabila ukuran kecil dan tipis maka waktu yang dibutuhkan hanya mencapai 1 jam. Tujuan pengeraman ikan agar garam yang telah diberikan dapat larut dan menyebar pada seluruh bagian daging ikan dan rasa asin pada produk ikan dapat tercapai. Penggaraman juga bertujuan agar produk yang dihasilkan lebih tahan lama dan awet. Hal ini disebabkan adanya proses mikrobiologis pada produk ikan budu, dimana garam akan menghambat pertumbuhan mikroba-mikroba pembusuk dan pathogen terhadap ikan.
7. Pembersihan II. Pembersihan ikan dari sisa garam yang tertinggal pada permukaan daging ikan selama peragian. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai organoleptik produk hasil, dimana ikan akan terlihat bersih seperti produk ikan tanpa garam.
8. Penjemuran ikan. Penjemuran ikan bertujuan agar produk ikan jadi kering, bebas dari kadar air yang terkandung dalam produk selama fermentasi. Selain dari itu, penjemuran juga bertujuan agar daging ikan dan menyatu dengan utuh. Hal ini juga berhubungan dengan bentuk produk yang akan dihasilkan. Waktu yang dibutuhkan selama penjemuran tergantung dengan kwalitas matahari yang ada. Pada umumnya, penjemuran yang optimal membutuhkan waktu 48 jam sesuai dengan keadaan matahari pada waktu penjemuran.
Cara pembuatan ikan budu sangat berhubungan dengan keahlian dari masyarakat setempat dalam pengolahannya. Dimulai dari teknik penggantungan ikan, proses penggembungan ikan, teknik pemberian garam yang sesuai dengan kadar optimal dimana rasa ikan tersebut tidak asin dan tidak terasa tawar, sampai dengan penentuan lama penjemuran ikan agar ikan budu yang dihasilkan sesuai dengan nilai organoleptik yang diharapkan.
Fermentasi ikan budu merupakan jenis fermentasi asam laktat. Proses fermentasi Asam laktat berlangsung dengan adanya aktifitas bakteri asam laktat yang berlangsung secara spontan, karena terjadi secara alamiah dengan memperhatikan kondisi lingkungannya yaitu anaerobic. Penggunaan secukupnya garam (konsentrasi tertentu) bertujuan untuk menyerap keluarnya cairan glukosa yang terdapat pada ikan dan menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan. Pengaturan suhu yang sesuai juga harus diperhatikan selama fermentasi untuk menjaga kelangsungan hidup bakteri asam laktat (Mustakin,1993).
Lactobacillus merupakan suatu contoh mikroorganisme yang berfungsi dalam pembentukan asam laktat. Bakteri Lactobacillus memiliki ketahanan terhadap kadar oksigen yang rendah (anaerobic) dan sangat tahan terhadap asam. Pertumbuhan bakteri asam laktat selama fermentasi akan mengakibatkan perubahan pada produk yaitu :1. Membatasi pertumbuhan organisme yang tidak diingiunkan dan menghambat pembusukan; 2. Memproduksi berbagai citarasa yang khas karena terjadi pengumpulan asam organik sehingga diperoleh hasil akhir yang khas berupa produk yang berbeda dari bahan dasarnya (Ika, 2009).
Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah kemampuannya untuk merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dihasilkan asam laktat. Sifat ini penting dalam pembuatan produk fermentasi, termasuk fermentasi ikan. Produk asam oleh bakteri asam laktat berjalan secara cepat, hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba lain yang tidak diinginkan dapat terhambat. Bakteri pathogen seperti Salmonella dan Staphylococcus aureus yang terdapat pada suatu bahan pangan akan dihambat . Pemberian bakteri asam laktat dapat menurunkan pH bahan pangan, Penurunan pH tersebut dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk (Buckle et al., 1987). Keadaan asam akibat penurunan pH akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk (Ilyas, 1983). Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat (Amin dan Leksono, 2001). Pada umunya mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6-8 (Buckle et al., 1987).

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Ikan budu merupakan produk ikan tradisional yang diolah secara fermentasi garam
2. Proses Pembuatan ikan budu harus memperhatikan teknik pembuatannya agar didapat hasil fermentasi ikan yang diharapkan
3. Fermentasi ikan budu merupakan fermentasi asam laktat dimana memerlukan beberapa komposisi garam untuk merobak senyawa komplek dan menghindari berkembangnya bakteri pembusuk dan bakteri pathogen.
4. Pemberian garam dan penjemuran pada fermentasi ikan budu merupakan suatu pengawetan pada makanan.






Ikan budu......

Pernah denger gak yang namanya ikan budu......
kayaknya produk makanan lokal alias tradisional belum terjamah ke luar sumatera barat,,,kecuali orang2 penduduk sumbar yang merantau keluar....check this one out ya..

Sunday 22 November 2009

bir minuman fermetasi

BIR MINUMAN FERMENTASI YANG MENGANDUNG ALKOHOL

Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung methanol. Methanol mrupakan kependekan dari etil alkohol yang sering juga disebut grain alkohol atau alkohol. Bahan ini muncul dalam minuman beralkohol setelah terfermentasinya substrat mengandung pati atau gula tinggi oleh khamir (yeast), biasanya dari spesies Saccharomyces, pada kondisi anaerob.
Lamanya proses fermentasi tergantung kepada bahan dan jenis produk yang ingin dihasilkan. Proses pemeraman singkat (fermentasi tidak sempurna), sekitar 1-2 minggu, dapat menghasilkan produk dengan kandungan etanol 3%-8%. Sementara pada proses fermentasi sempurna, mencapai waktu bulanan bahkan tahunan, dapat menghasilkan produk dengan kandungan etanol sekitar 7%-18%.
Sebab, khamir umumnya tidak dapat hidup pada lingkungan dengan kandungan etanol di atas 18%. Untuk menghasilkan minuman beralkohol dengan kadar etanol lebih tinggi, dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, melalui proses distilasi (penyulingan) terhadap produk yang dihasilkan melalui proses fermentasi. Produk ini selanjutnya dinamakan distilled beverages. Kedua, dengan mencampur produk hasil fermentasi dengan produk hasil distilasi.
Salah satu produk dari minuman beralkohol adalah Bir. Bir secara harfiah berarti segala minuman beralkohol yang diproduksi melalui proses fermentasi bahan berpati dan tidak melalui proses penyulingan setelah fermentasi. Proses pembuatan bir disebut brewing. Karena bahan yang digunakan untuk membuat bir berbeda antara satu tempat dan yang lain, maka karakteristik bir seperti rasa dan warna juga sangat berbeda baik jenis maupun klasifikasinya. Salah satu minuman tertua yang dibuat manusia, yaitu sejak sekitar tahun 5000 SM yang tercatat di sejarah tertulis Mesir Kuno dan Mesopotamia. Karakter bir telah berubah secara drastis sepanjang ribuan tahun. Industri pembuatan bir merupakan industri global yang sangat besar, dan sekarang ini kebanyakan dikuasai oleh konglomerat yang dibentuk dari gabungan pengusaha-pengusaha yang lebih kecil. Walaupun secara umum bir merupakan minuman beralkohol, ada beberapa variasi dari dunia Barat yang dalam pengolahannya membuang hampir seluruh kadar alkoholnya, menjadikan apa yang disebut dengan bir tanpa alkohol. Bir merupakan minuman beralkohol dengan cita rasa berasal dari suatu bahan berasa pahit, yaitu hop, serta diperoleh dari fermentasi khamir pada maltosa yang didapat dari degradasi enzimatik pati.
Secara komersial, bir diproduksi dalam beberapa tahap yaitu:
1. Malting. Gandum (barley) direndam dalam air (steeping), ditiriskan, dan dibiarkan berkecambah dalam kondisi yang paling mendukung pembentukan amilase. Kecambah selanjutnya dikeringkan, serta diayak untuk memisahkan akar-akarnya. Bahan ini disebut malt.
2. Malt digiling dan direndam dalam air panas bersama dengan pati serealia (jagung atau beras). Pati akan tergelatinisasi dan terhidrolisis oleh enzim amilase menjadi gula yang dapat difermentasi. Ekstrak yang dapat difermentasi ini, disebut wort, kemudian disaring.
3. Untuk memberi cita rasa, ke dalam wort selanjutnya ditambahkan hop. Campuran tersebut kemudiandididihkanuntuksterilisasinya.
4. Cairan yang disebut liquor ini selanjutnya disaring kembali dan didinginkan sebelum diinokulasi dengan khamir S. cerevisiae, yang merupakan khamir "permukaan" (top yeast), untuk mendapatkan bir tipe ale —menggunakan malt yang sangat kering-- dan S. carlsbergensis atau S. uvarum, yang merupakan khamir "bawah" (bottom yeast), untuk mendapatkan bir tipe lager, yang biasanya berwarna lebih terang daripada tipe ale.
5. Bahan tersebut selanjutnya dibiarkan pada suhu sekitar 50 sampai 100 derajat Celsius (untuk bir tipe lager) atau 100 sampai 200 derajat Celsius (untuk bir tipe ale) untuk difermentasi selama beberapa hari. Selama waktu itu maltosa terkonversi menjadi alkohol dan gaskarbondioksida.
6. Untuk memperbaiki kualitas, pada akhir fermentasi bir akan mengalami proses pengendapan, centrifuge, dan penyaringan khamir. Bir kemudian disimpan dalam tong-tong penyimpanan untuk pematangan selama 1 hingga 4 minggu pada suhu rendah (50 derajat Celsius), kemudian dimasukkan ke dalam tong kecil (cosk), botol, atau kaleng.
7. Bir yang dikemas dalam botol atau kaleng biasanya dipasteurisasi pada suhu 68 derajat Celsius untuk beberapa detik sebelum dipasarkan, sedangkan bir yang dikemas dalam tong tidak dipasteurisasi.